Sekilas Info

Banjir Tahunan dan Internet Buruk, MPM UTU Desak Pemerintah Buka Mata Terhadap Woyla

Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM UTU), Zulfahmi | Ist

ACEH BARAT - Menanggapi pemberitaan media yang mengungkap keluhan mahasiswa KKN Universitas Teuku Umar (UTU) di Kecamatan Woyla, Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM UTU), Zulfahmi, buka suara dan mendesak pemerintah untuk segera turun tangan.

Dalam beberapa laporan, mahasiswa yang sedang menjalankan KKN di desa-desa seperti Cot Lagan menghadapi jaringan telekomunikasi yang sangat lemah dan banjir musiman yang mengganggu aktivitas masyarakat maupun pelaksanaan program kerja mahasiswa. Bahkan, kawasan Ateung Teupat, yang hanya berjarak beberapa kilometer dari lokasi KKN, dilaporkan rutin terendam banjir setiap tahun, membuat akses jalan lumpuh total.

“Ketika mahasiswa KKN melaporkan kondisi seperti ini ke media, itu artinya suara mereka tidak lagi terdengar langsung oleh pemerintah. Ini bukan sekadar keluhan biasa, tapi bukti adanya ketimpangan dan pembiaran,” ujar Zulfahmi, Sabtu (20/7/2025).

Zulfahmi mengatakan, mahasiswa UTU datang ke desa bukan untuk jalan-jalan atau hanya melaksanakan program formalitas. Mereka hadir dengan semangat pengabdian, membawa program pemberdayaan dan edukasi. Namun apa jadinya, katanya, jika infrastruktur dasar seperti jalan dan jaringan internet tidak tersedia?

“Jangankan program digitalisasi desa, untuk kirim laporan KKN pun kadang harus cari sinyal sampai ke bukit. Belum lagi jalan yang tergenang, warga pun terpaksa naik rakit atau becak yang bertarif 15 ribu hingga 20 ribu. Ini tahun 2025, bukan 1995,” tegasnya.

Dalam rilisnya, MPM UTU mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Barat untuk:

Menjadikan Ateung Teupat dan sekitarnya sebagai zona prioritas penanggulangan banjir.
Membangun infrastruktur jaringan yang merata, terutama di wilayah pedalaman seperti Woyla.
Melibatkan kampus dan mahasiswa dalam riset, survei teknis, dan evaluasi kondisi desa secara berkala.

“Pemerintah tak bisa terus bersembunyi di balik alasan anggaran dan rencana jangka panjang. Ketika rakyat terisolasi, mahasiswa terhambat, dan desa terendam, itu bukan lagi masalah teknis itu bukti kelalaian. Pemerintah harus turun, bukan nanti, tapi sekarang. Karena pembangunan yang tidak menyentuh Woyla, adalah kegagalan yang sedang dibiarkan hidup,” tutup Zulfahmi